INIBERITA.id, BANJARMASIN – Sidang Perdana mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan, terdakawa Mardani H Maming, dengan agenda pembacaan dakwan Jaksa Penuntut Umum (JPU), di gelar Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Kamis (10/11/22).
Sidang ini berlangsung secara virtual dan majelis hakim yang dipimpin Heru Kuntjoro SH MH, anggota Aris Bawono Langgeng SH MH, Jamser Simanjuntak SH MH, Ahmad Gawi SH MH dan Arif Winarno SH, sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Serumpaet dan Takdir Subhan dan Januar.
Terseretnya, terdakwa Mardani H Maming, dalam kasus dugaan suap terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan terdakwa berada di Rumah Tahanan KPK Jakarta, di damping sebanyak 18 penasehat hukum, tim kuasa hukum dari LBH GP Ansor Pusat.
JPU KPK Budi Serumpaet, dalam membacakan dakwaan menyatakan, bahwa terdakwa H Mardani Maming didakwa dua pasal, atas dugaan suap dan gratifikasi. Pasal 12 huruf b juncto pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selanjutnya dakwaan kedua pasal 11 huruf b juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Mendakwakan Mardani menerima uang sebesar Rp 118 miliar sekian, karena kewenangan yang dimiliki bupati di Tanah Bumbu yang sebenarnya tidak boleh mengalihkan IUP OP, karena melanggar ketentuan pasal 93 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,”katanya.
Kemudian, Budi menjelaskan, terdakwa Mardani Maming memiliki motif untuk membentuk dua perusahaan: PT PAR dan PT TSP. Lalu, kedua perusahaan ini bekerjasama, dengan perusahaan milik Henry Seotio, eks Direktur Utama PT PCN.
“Dalam perjanjian pertama itu seolah-olah ada kepemilikan saham 30 persen, pembagiannya dalam bentuk deviden. Setelah ada perjanjian, diserahkanlah uang kepada PT TSP, kemudian perjanjian sempat diganti beberapa kali, sehingga penerimaan uang melalui PT TSP dan PT PAR,”jelas Budi.
Perlu diketahui, Mardani Maming (MM) yang menjabat Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010- 2015 dan periode tahun 2016-2018, memiliki wewenang yang satu di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintah Daerah Tanah Bumbu, Kalsel.
Pada tahun 2010, salah satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT. PCN (Prolindo Cipta Nusantara) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT. BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan MM, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada MM selaku bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT. BKPL ke PT. PCN dimaksud.
Menanggapi keinginan Henry Soetio tersebut, diawal tahun 2011, MM diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
Dalam pertemuan tersebut, MM diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.
Selanjutnya di bulan Juni 2011, Surat Keputusan MM selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT. BKPL ke PT. PCN ditandatangani MM dimana diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang. Peralihan IUP OP dari PT. BKPL ke PT. PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 di mana pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
Tidak hanya itu, MM juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT. ATU (Angsana Terminal Utama) yang adalah perusahaan milik MM.
Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM.
Di tahun 2012, PT. ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT. ATU.
Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada MM melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM yang kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT. PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM tersebut. Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104, 3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020. (sma/iniberita)