INIBERITA.id, BANJARMASIN- Kasus dugaan bulliying kembali terjadi di kota julukan kota seribu sungai tersebujt, kali ini terjadi di salah satu Sekolah Dasar (SD) ternama yang di wilayah Kecamatan Banjarmasin Selatan, sekarang pihak korban telah melapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Reskrim Polresta Banjarmasin.
Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin AKP Eru Alsefa, melalui Kanit PPA Ipda Partogi Hutahaean mengonfirmasikan, bahwa laporan terkait dugaan penganiayaan ini, sudah diterima dan sekarang masih dalam proses penyelidikan.
“Kami sudah meminta keterangan dari pelapor dan korban, saat ini kasus ini masih dalam penyelidikan,”ungkapnya kepada wartawan. Rabu (26/2/2025).
Selanjutnya, RF (39) orang tua korban menjelaskan, dugaan bullying yang melibatkan beberapa siswa itu, terjadi di salah satu Sekolah Dasar ternama di Kecamatan Banjarmasin Selatan, pada Jumat (21/2/ 2025) dan insiden yang mengejutkan itu terungkap, setelah rekaman CCTV menunjukkan, dengan jelas sejumlah siswa yang diduga menganiaya teman sekelasnya.
Korbannya, seorang anak kelas 5 SD dan dilaporkan mengalami luka lebam dan memar di sekujur tubuhnya. Orangtua korban, RF (39) yang sangat tidak terima, dengan kejadian tersebut, langsung melaporkan insiden ini, ke Polresta Banjarmasin untuk diproses secara hukum.
“Saya baru menyadari kejadian ini setelah melihat tubuh anak saya penuh memar pada Jumat lalu. Saat saya tanyakan, dia masih belum bisa memberikan penjelasan yang jelas. Keesokan harinya, saya memeriksa rekaman CCTV sekolah dan sangat terkejut melihat anak saya dianiaya oleh teman-temannya,”u ungkap RF saat berbicara kepada awak media di Polresta Banjarmasin, Rabu (26/2/2025).
Rekaman CCTV yang didapat menunjukkan bagaimana korban dipukul, ditendang, dipiting, dan dibanting dengan kekerasan hingga mengalami luka parah. Menurut keterangan RF, perundungan ini sudah berlangsung sejak anaknya duduk di kelas 4 SD.
“Anak saya mengatakan, ‘Saya sudah biasa dibegitukan,’ itu sudah cukup menunjukkan bahwa ini bukan pertama kalinya dia diperlakukan seperti itu,” ujar RF.
Meski sebelumnya telah dilakukan mediasi antara pihak sekolah dan keluarga pelaku, hasilnya tidak memadai. RF merasa pihak sekolah tidak memberikan tindakan tegas terhadap pelaku dan tidak menerima permintaan maaf yang tulus dari keluarga terduga pelaku.
“Kami tidak menerima permintaan maaf yang tulus dari keluarga pelaku. Bahkan, pihak sekolah tidak memberikan sanksi tegas terhadap siswa-siswa yang terlibat,” ujar RF dengan penuh kekecewaan.
Pada Senin, 24 Februari 2025, RF kembali dipanggil oleh pihak sekolah, dengan harapan ada penyelesaian yang lebih baik. Namun, dia terkejut saat menerima surat keputusan sepihak yang dianggapnya tidak mencerminkan hasil mediasi yang sesungguhnya.
“Surat tersebut menyebutkan adanya mediasi, tetapi saya tidak pernah menyetujui apapun. Keputusan ini sangat tidak adil,” kata RF.
Dampak dari kejadian ini sangat mempengaruhi kondisi psikologis anaknya, yang kini merasa takut untuk pergi ke sekolah, mengikuti les, bahkan keluar rumah. RF mengungkapkan bahwa anaknya kini mengalami ketakutan yang mendalam akibat perundungan yang dialaminya.
“Anak saya sampai takut pergi ke sekolah, takut ikut les, bahkan keluar rumah pun dia takut,” ungkap RF.
Meskipun pelaku sudah dijatuhi sanksi skorsing selama lima hari, RF merasa dampak psikologis yang dirasakan oleh anaknya jauh lebih besar dan anaknya sekarang takut untuk beraktivitas, sementara para pelaku bisa kembali bersekolah setelah skorsing.
Melihat kurangnya itikad baik, dari pihak sekolah dan keluarga pelaku, RF memutuskan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum. Ia menegaskan, bahwa jika pihak pelaku bersedia meminta maaf, dengan tulus mungkin ia tidak akan melaporkan kejadian ini ke polisi. Namun, karena tidak ada itikad baik, ia memilih untuk mencari keadilan lewat jalur hukum.
“Kami ingin keadilan untuk anak saya. Jika sebelumnya mereka mau meminta maaf, mungkin kami tidak akan melaporkan ini ke polisi. Tapi mereka tidak menunjukkan itikad baik sama sekali,” tegas RF.(lan/iniberita).